Wartawan Kocak 2017

Saya pernah bermimpi jadi wartawan. Satu ketika saya mewawancarai politisi elite di negeri ini - Republik Gondes. Berikut hasil wawancanda yang saya rangkum dalam berita humor ala politisi. Mengapa hal serius begitu dikemas dalam bentuk wawancara kocak dengan embel-embel terbaru 2017 segala? Sst...itu off the record!!

Sebagai kuli keyboard –sebutan bagi wartawan media berita online masa kini sebagai pengganti istilah kuli tinta bagi wartawan koran media cetak- terus terang saya bingung harus bertanya apa. Maklum, namanya juga masih amatiran. Belum ngeh dengan teknik penulisan jurnalis yaitu what, where, when, who, why, how, walah....!! Itupun terjadi dalam mimpi.

Tugas jurnalistik pertama saya dari kepala redaktur adalah mewawancarai tokoh politisi bernama... ah! Lupa namanya. Anggap saja namanya Mawir karena dia ini pria. Kalau wanita kan mawar...
 
Saya datang ke kantor partai besar berlambang kepala singa. Di pos satpam saya bertanya, “Bisa bertemu dengan Pak Wir?”

“Boleh, tuh orangnya,” kata satpam sambil menunjuk pria berpakaian serba kuning yang lagi nyapu di halaman gedung megah tersebut. Sayapun takjub. Tak dinyana ternyata elite politik terkenal itu hidupnya begitu sederhana. Halaman seluas itu dia bersihkan sendiri. Patut diteladani.

Sayapun mendekatinya dengan senyum secerah iklan pasta gigi. “Pagi, pak...,” sapaku ramah.

Si bapak politisi menoleh dengan kening berkerut. Sepertinya terpesona dengan penampilan saya. “Ini sudah sore, mas...” katanya.

Sayapun tersipu malu, “Oh, maaf pak... saya khilaf...”

Pak Wir lalu mempersilahkan duduk di ruang tunggu. Sayapun ngikut saja.

“Ada perlu apa ya, mas?” tanya belaiu

“Mau wawancara,” jawabku sambil menyiapkan kamera dan gadget buat merekam pembicaraan.

“Wartawan ya?”

“Kok tahu?”

Pak Wir tertawa, “mas ini pasti suka nonton acara komedi kocak di TV. Iya tahulah mas, masa tukang pijit datang mau wawancara. Aya aya naon wae si mas ini mah... ”

Lagi-lagi saya tersenyum kecut menyadari kekonyolan tadi. Tapi bukan si Gondes namanya kalau saya tak bisa ngeles. “Bercanda pak, biar awet muda.”

“Oya, sudah lama jadi wartawan?” tanya beliau masih dengan tawa renyah

“Lima tahun, Pak,” jawabku berbohong. Gengsi dong kalau ngaku baru sehari jadi pencari berita.

“Bagaimana suka duka jadi wartawan?”

“Wah, banyak sekali sukanya pak. Misalnya nih saya pernah bertugas di Irak meliput perang Teluk. Seru deh pak bisa foto selfie sama Saddam Hussein.” Oops! Mudah-mudahan politisi ini tak sadar kalau saya lagi ngibul. Iyalah, jaman perang Irak Kuwait kan belum ada kamera selfie?

“Pasti itu foto langsung diupload di Instagram kan?” Tuh kan dia nyindir. Emang instagram lahirnya tahun berapa? Tapi udah kepalang basah, saya iyakan saja biar koplak sekalian!!

“Kerja di koran apa? Kompas, Jawa Pos, CNN, detik.Com atau media apa?”

“BK, pak... BeritaKekinian.Com,” dalam hati sih jawab BeritaKocak.Com wkwkwk...

“Sebagai wartawan, apa pendapat mas tentang banyaknya berita hoax yang banyak beredar di sosial media semacam facebook?”

“Begini...” saya mulai menjelaskan, “memang banyak pihak memanfaatkan sosmed untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Dalam politik misalnya. Tiap ada pemilu atau pilkada, masing-masing pasangan calon pemimpin daerah berusaha berkampanye secara online. Dan ini sah saja di era kemajuan teknologi informasi seperti ini. Masalahnya kadang oknum tim sukses sering melakukan kampanye hitam untuk memenangkan calonnya. Kasus yang paling sering terjadi adalah menyebarkan isu negatif lawan politik dengan cara membangun opini publik lewat framing news.”

“Apa itu framing news? Bisa dijelaskan?” tanya Pak Wir dengan antusias

“Framing news atau framing berita adalah menyajikan berita nyata yang benar-benar terjadi namun dibingkai sedemikian rupa supaya pembaca mengasumsikannya sesuai keinginan si pembuat berita. Caranya dengan memberikan penekanan pada fakta yang menguntungkan pihak penyebar berita dan menghilangkan beberapa fakta yang merugikan pihak lawan si pembuat berita. Tujuannya ya itu tadi menggiring opini publik guna meningkatkan citra calon pemimpin jagoannya dan menjatuhkan citra pesaing di mata para pemilih.”

“Bisa diberikan contoh secara konkrit?”

“Baiklah... Tapi jangan bilang siapa-siapa ya. Ini off the record,” bisik saya seraya menggeser tempat duduk mendekati Pak Wir. Saya lalu menunjukkan beberapa artikel bersponsor tentang polemik pilkada DKI Jakarta 2017 di beranda facebook saya.

Pak Wir membaca dengan seksama sambil manggut-manggut. Lalu tanyanya lagi, “Apakah penyebar berita hoax seperti itu bisa dijerat hukum?”

Sayapun dengan semangat 45 menjelaskan, “Pemerintah melalui menkominfo telah menyusun Undang-Undang yang mengatur hal ini. Bunyi peraturan dan ancaman hukuman bagi si pelanggar bisa baca di website resmi menkominfo.”

“Oh, gitu ya. Terima kasih atas waktunya. Saya kira cukup sekian wawancaranya. Maaf, tak tinggal dulu. Soalnya saya masih harus menyelesaikan tugas membersihkan halaman dan kamar mandi,” kata Pak Wir sambil mengulurkan tangan.

“ Sama-sama pak,” kata saya seraya menyambut uluran tangannya dengan jabat erat hangat. Sampai saya tersadar ada yang salah dalam wawancara ini, “Tunggu dulu, Pak...”

Pak Wir yang telah beranjak pergi menghentikan langkah lalu menoleh, “Ya, ada apa mas?”

“Jadi bapak ini bukan pak Mawir yang politisi itu?”

“Bukan, mas... Saya Pak Wiryo. Office boy sekaligus tukang taman di kantor ini.”

Glodak...!! Terasa batu sekwintal menghantam dada ini. Nyesek banget. Lebih pilu lagi ketika dengan bodohnya saya menyerahkan hasil wawancara atau tepatnya saya diwawancarai oleh narasumber yang salah itu pada kepala redaktur.

Alhasil esoknya saya dipanggil ke meja redaksi untuk menandatangani surat pemecatan. Coba tebak, siapa pengganti posisi saya sebagai pewarta politik? Pak Wiryo si tukang kebun yang kemarin saya kira politisi!!

Alamaaak...!! Sial benar nasib awak gagal jadi wartawan, Maaak....!!

Original post by republik gondes @2017 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

Pelajaran dari kasus wartawan kocak alias pencari berita konyol versi terbaru 2017 di atas adalah: Oot itu jangan dipelihara!! Untungnya hal itu terjadi hanya dalam mimpi. Kenyataannya: Tak mungkin wartawan beneran bisa ketawa ngakak baca cerita koplak macam ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Tolong jangan mengcopy paste isi humor di blog ini ya, kecuali gambar. Kalau gambar / meme silahkan dicomot sepuasnya asal tidak menghilangkan caption (tulisan republikGondes). Pelanggaran akan dilaporkan pada pak camat!